
Apakah Orang dengan Epilepsi Aman untuk Berolahraga ?
oleh: dr. Yudhanto Utomo, Sp.N
Kekhawatiran terhadap olahraga
Olahraga dicirikan dengan kegiatan fisik yang melibatkan pergerakan otot rangka dengan penambahan intensitas bila dibandingkan dengan intensitas aktivitas harian pada umumnya. Meningkatnya intensitas tersebut diiringi dengan pembakaran kalori/kebutuhan energi tambahan. Banyak orang dengan epilepsi (ODE) dan keluarganya merasa khawatir bahwa kondisi kelahan fisik dan mental akan memicu kekambuhan kejang, salah satunya ketika berolahraga. Hal ini menjadikan sebagian besar ODE mengurungkan niat dan memilih untuk tidak melakukan olahraga. Sehingga, partisipasi ODE untuk berolahraga tergolong rendah, kurang dari 20%.(1) Namun, apakah setiap peningkatan intensitas aktivitas fisik akan meningkatkan risiko kemunculan kejang bagi ODE?

Beberapa bukti manfaat olahraga
Kejang yang terjadi pada saat olahraga pernah dilaporkan sebesar 10%.(2) Selain itu beberapa kasus yang dilaporkan kejang yang terjadi pada saat olahraga terjadi pada ODE yang melakukan jenis olahraga dengan intensitas yang lebih tinggi (seperti lari jarak jauh), dimana tipe dan intensitas olahraga dimungkinkan dapat berpengaruh pada kekambuhan kejang.(3)
Di sisi lain, penelitian pernah menunjukkan program olahraga selama empat minggu, dengan intensitas 60% dari VO2max selama 45 menit/hari tidak mengubah rerata frekuensi kejang pada ODE dibandingkan ODE yang tidak berolahraga.(2) Hal ini dapat menjadi landasan bahwa olahraga tidak meningkatkan risiko kambuh kejang. Sebuah meta-analisis melaporkan adanya manfaat olahraga dapat meningkatkan kualitas hidup, tingkat kebugaran, serta status psikoafektif dan neurokognitif pada ODE.(4) Termasuk, olahraga dengan intensitas moderat (sedang) dapat membantu menurunkan frekuensi kejang.(4) ODE yang berolahraga menunjukkan pengurangan gelombang epileptiform (gelombang khas pada kejang) dalam rekaman EEG (elektroensefalografi), serta didapatkan peningkatan ambang kejang.(5) Olahraga jenis aerobik, dengan intensitas moderat, berupa berjalan, jogging, bersepeda selama 30 menit/hari 5x/minggu, selama 6 bulan, yang disertai dengan pengaturan diet rendah glikemik pernah dilaporkan menunjukkan manfaat menurunkan frekuensi kejang dari 2-4x/minggu menjadi 1-3x/minggu.(6)
Olahraga justru dianjurkan
Organisasi epilepsi internasioal (International League Against Epilepsy/ILAE) pada dekade sebelumnya, pernah mengeluarkan pembatasan aktivitas fisik bagi ODE. Namun sejak 2015, secara resmi ILAE mengeluarkan rekomendasi olahraga yang dapat dipilih ODE.(5) Pemilihan jenis olahraga yang dianjurkan oleh ILAE ditentukan dengan beberapa kriteria. Selain itu, ILAE membagi ke dalam tiga tipe/kelompok olahraga berdasarkan risiko cedera yang dapat ditimbulkan dari olahraga, baik bagi ODE maupun orang-orang di sekitarnya (Tabel 1).
Konsensus ILAE menyatakan bahwa:
- ODE yang telah bebas kejang setidaknya 12 bulan dan telah sembuh epilepsi (bebas kejang 10 tahun dan bebas obat 5 tahun) dapat berpartisipasi ke dalam olahraga tipe apapun
- ODE dapat melakukan olahraga kelompok 1 (kecuali sensitif dengan stimulus)
- ODE tertentu dapat melakukan olahraga yang lebih intens (kelompok 3) dengan ketentuan khusus dari dokter
Beberapa kondisi yang memerlukan pengawasan dan pendampingan saat olahraga antara lain:
- Kejang yang disertai penurunan kesadaran
- Kejang yang didasari kelainan di otak/metabolik yang jelas/menetap
- Kelompok olahraga yang dipilih termasuk risiko cedera moderat atau tinggi
- Dapat membahayakan orang di sekitarnya
Tabel. Jenis olahraga berdasar kelompok risiko cedera
Kelompok 1 | Kelompok 2 |
Kelompok 3 |
|
|
|
|
|
|
Kesimpulan
Dengan demikian, bagi ODE, olahraga menjadi salah satu aktivitas yang dianjurkan. Dengan berolahraga, ODE diharapkan mendapatkan manfaat yang lebih terutama dalam meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan suasana hati yang positif, adanya keterlibatan sosial, peningkatan kebugaran fisik, dan meningkatnya rasa keberhargaan diri (self-esteem). Dengan pemilihan intensitas olahraga yang sesuai, yaitu ringan sampai dengan moderat (kelompok 1), setiap ODE diizinkan untuk melakukan aktivitas fisik secara mandiri.
Setiap ODE yang melakukan olahraga tetap perlu untuk terus menjaga faktor-faktor utama yang dapat meningkatkan terkendalinya kejang di antaranya menjaga status kesiapan fisik dengan manajemen stres yang baik, tetap taat dan rutin dalam mengkonsmsi obat anti bangkitan (OAB), menjaga asupan nutrisi yang cukup dan seimbang, memenuhi kebutuhan cairan tubuh untuk mencegah dehidrasi, rutin berkonsultasi dengan dokter, dan dapat menggunakan alat bantu berupa wearable device untuk memantau intensitas dan tingkat kebugaran individual.
Daftar pustaka
- Green R, Abe C, Denney DA, Zhang R, Doyle A, Gadelmola K, et al. Physical activity status and quality of life in patients with epilepsy – Survey from level four epilepsy monitoring units. Epilepsy Res. 2021;173:106639.
- Nakken KO. Physical exercise in outpatients with epilepsy. Epilepsia. 1999;40(5):643-51.
- Arida RM, Cavalheiro EA, da Silva AC, Scorza FA. Physical activity and epilepsy: proven and predicted benefits. Sports Med. 2008;38(7):607-15.
- Duñabeitia I, Bidaurrazaga-Letona I, Diz JC, Colon-Leira S, García-Fresneda A, Ayán C. Effects of physical exercise in people with epilepsy: A systematic review and meta-analysis. Epilepsy Behav. 2022;137(Pt A):108959.
- Capovilla G, Kaufman KR, Perucca E, Moshé SL, Arida RM. Epilepsy, seizures, physical exercise, and sports: A report from the ILAE Task Force on Sports and Epilepsy. Epilepsia. 2016;57(1):6-12.
- Zhang H, Yu L, Li H, Liu Y. Effect of low glycaemic diet and structured exercise on quality of life and psychosocial functions in children with epilepsy. J Int Med Res. 2020;48(4):300060519893855.

Bulan Kesehatan Mental | Pentingkah Menjaga Kesehatan Mental Bagi Remaja ?
Oleh: Novalina Hayuningtyas Eka Putri, S.Kep.,Ns | Editor: dr. Shinta Retno Kusumowati, Sp. K.J.
Kesehatan mental adalah kondisi di mana seseorang dapat berfungsi secara optimal dalam kehidupan sehari-hari, baik secara emosional, psikologis, maupun sosial. Ini mencakup kemampuan untuk mengelola stres dan tekanan hidup, menjalin hubungan yang sehat, membuat keputusan yang baik, mengenali dan mengelola emosi diri, dan mencapai potensi diri.
Kesehatan mental remaja adalah kondisi emosional, psikologis, dan sosial yang memengaruhi bagaimana remaja berpikir, merasa, dan bertindak, serta bagaimana mereka menangani stres, berinteraksi dengan orang lain, dan membuat keputusan. Masa remaja merupakan periode penting dalam perkembangan mental karena di fase ini terjadi banyak perubahan, baik secara fisik, emosional, maupun sosial. Keberhasilan remaja melewati fase perkembangan ini akan memengaruhi keberhasilan mereka melewati fase perkembangan berikutnya, yaitu fase dewasa muda.
Diperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mender
ita gangguan jiwa, neurologi, dan penyalahgunaan obat. Angka tersebut menyumbang 14% beban penyakit global. Sekitar 154 juta diantaranya menderita depresi. Secara nasional, prevalensi depresi di Indonesia pada tahun 2023 sebesar 1,4%. Prevalensi depresi paling tinggi ada pada kelompok anak muda (15-24 tahun), yaitu sebesar 2%. Survei mengenai kesehatan mental remaja di Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan hasil 5,5% remaja usia 10-17 tahun mengalami gangguan mental. Sebanyak 1% remaja mengalami depresi, 3,7% cemas, post traumatic syndrome disorder (SPTSD) 0,9%, dan attention-deficit/ hyperactivity disorder (ADHD) sebanyak 0,5%.
Tingginya angka depresi menunjukkan bahwa depresi menjadi permasalahan kesehatan jiwa yang cukup besar. Gejala depresi yang berat dapat mendorong anak melakukan percobaan bunuh diri. Dengan demikian perlu dilakukan skrining kesehatan mental secara berkala pada remaja sehingga intervensi awal dapat segera dilakukan bila ditemukan adanya masalah dalam kesehatan mental remaja tersebut.
Selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, Pemerintah Indonesia melalui Kemenkes RI telah menjadikan kesehatan mental sebagai salah satu prioritas utama dalam program kesehatan nasional. Kesehatan mental merupakan komponen yang penting untuk mendukung pembangunan negara serta sumber daya manusianya, terutama kaum generasi muda yang akan menentukan arah masa depan Indonesia dan merealisasikan Visi Indonesia Emas 2045.
Berikut faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan mental remaja dan tanda-tanda adanya masalah dalam kesehatan mental remaja.
Faktor yang Memengaruhi Kesehatan Mental Remaja
- Perubahan hormonal dan fisik pada masa pubertas.
- Tekanan dari lingkungan sosial, seperti teman sebaya dan keluarga.
- Tekanan akademis dan harapan terhadap prestasi.
- Media sosial dan teknologi, yang dapat berdampak positif atau negatif.
- Pengalaman traumatis atau kekerasan.
- Kondisi keluarga, seperti perceraian, konflik, atau tekanan ekonomi.
- Riwayat kesehatan mental dalam keluarga.
Tanda-tanda Masalah Kesehatan Mental pada Remaja
- Perubahan suasana hati yang drastis, contoh dari sangat senang ke sangat sedih.
- Penarikan diri dari keluarga atau teman.
- Perubahan pola tidur atau makan.
- Menurunnya prestasi sekolah.
- Kurangnya minat terhadap aktivitas yang dulu disukai.
- Pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.
- Mudah marah, cemas, atau putus asa.
- Menggunakan alkohol atau narkoba sebagai pelarian.
Cara Mendukung Remaja yang Mengalami Masalah Kesehatan Mental
- Dengarkan tanpa menghakimi
- Biarkan mereka bicara tentang perasaan mereka tanpa langsung memberi nasihat atau menyalahkan.
- Hindari kalimat seperti “Kamu lebay” atau “Orang lain lebih susah dari kamu” atau “Kamu seperti ini karena kurang ibadah, karena jauh dari Tuhan.”
- Buat mereka merasa didukung dan tidak sendirian
- Ungkapkan bahwa kamu peduli dan siap membantu. Misalnya: “Aku mungkin nggak sepenuhnya paham, tapi aku di sini buat kamu.”
- Dorong mereka untuk mencari bantuan profesional
- Jika terlihat serius (seperti depresi, kecemasan, menyakiti diri, atau pikiran bunuh diri), bantu mereka menemui psikolog, konselor sekolah, atau dokter.
- Perhatikan dan kurangi tekanan berlebih
- Jangan menambah tekanan dengan ekspektasi akademik atau sosial yang tinggi.
- Bantu bangun rutinitas sehat
- Tidur cukup, pola makan baik, olahraga, dan waktu istirahat dari layar (gadget/media sosial).
- Libatkan mereka dalam kegiatan positif
- Ajak berpartisipasi dalam kegiatan komunitas, seni, olahraga, atau hobi yang menyenangkan.
- Jaga hubungan positif dalam keluarga
- Ciptakan suasana rumah yang aman, terbuka, dan penuh empati.
Jadi apa pentingnya menjaga kesehatan mental bagi remaja?
Menjaga kesehatan mental remaja sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik. Faktor biologis, psikologis, dan sosial/lingkungan sangat memengaruhi kesehatan mental seseorang. Dengan dukungan yang tepat dari keluarga, sekolah, dan lingkungan, remaja dapat tumbuh menjadi individu yang sehat, kuat secara mental, dan siap menghadapi masa depan.
REFERENSI
- Center for Reproductive Health, University of Queensland, & Johns Bloomberg Hopkins School of Public Health . (2022). Indonesia – National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS): Laporan Penelitian. Pusat Kesehatan Reproduksi.
- Gupta, S., Kumar, A., Singh V. (2022). Mental Health Prevention and Promotion . A Narrative Review . Department of Psychiatry, All India Institute of Medical Sciences Bhopal, Bhopal, India. doi: 10.3389/fpsyt.2022. 898009.
- Kementerian Kesehatan. (2023). Depresi pada Anak Muda di Indonesia. Jakarta. Kementerian Kesehatan Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan. Diperoleh dari: badankebijakan.kemkes.go.id
- Supini P., et al. (2024). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental pada Remaja. JERUMI: Journal of Education Religion Humanities and Multidiciplinary, 2(1), 166-172.
- Mental Health, Brain Health, and Substance Use. Diperoleh dari: https://www.who.int/teams/mental-health-and-substance-use/overview.

Open Recruitment Teknisi Tranfusi Darah Rumah Sakit Akademik UGM
Silahkan untuk dapat mengisi Google Form dengan link berikut : ugm.id/RekrutmenRSAUGM, syarat dan kualifikasi terlampir seperti gambar diatas.

RSA UGM Tingkatkan Kolaborasi Antar Rumah Sakit Akademik Melalui Kunjungan ke RS Universitas Airlangga

Surabaya, 5 Mei 2025 – Dalam upaya memperkuat sinergi antar rumah sakit Perguruan Tinggi Negeri, Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) melakukan kunjungan kerja ke Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA). Kegiatan ini bertujuan untuk berbagi pengalaman dan strategi dalam pengelolaan rumah sakit berbasis akademik serta meningkatkan mutu layanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.
Rombongan RSA UGM dipimpin oleh Direktur Utama, Dr. dr. Darwito, S.H., Sp.B. Subsp. Onk (K), dan diterima langsung oleh Direktur Utama RSUA, Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD., K-PTI, FINASIM, beserta jajaran direksi dan manajemen RSUA. Pertemuan berlangsung di Aula Amerta RSUA dan dihadiri pula oleh perwakilan dari Rumah Sakit Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Direktur Utama RSUI, dr. Ari Kusuma Januarto, Sp.OG., Subsp.Obginsos.
Dalam sambutannya, Dr. Darwito menyampaikan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari komitmen RSA UGM untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas layanan melalui kolaborasi dengan sesama rumah sakit pendidikan. “Sebagai rumah sakit akademik, kami menyadari pentingnya berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam pengelolaan rumah sakit, terutama dalam integrasi layanan kesehatan dengan pendidikan dan penelitian,” ujar Dr. Darwito.

Diskusi antara RSA UGM, RSUA, dan RSUI mencakup berbagai topik strategis, termasuk pengembangan layanan unggulan, tata kelola rumah sakit, integrasi teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan, serta peran rumah sakit dalam mendukung kegiatan akademik dan riset universitas.
Kunjungan ini menjadi langkah awal komitmen bersama memperkuat jejaring antar rumah sakit Perguruan Tinggi Negeri dan membuka peluang kolaborasi lebih lanjut dalam bentuk program bersama, pertukaran tenaga kesehatan, serta pengembangan program pelatihan dan penelitian. “Kami berharap sinergi ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan kualitas layanan kesehatan dan pendidikan di Indonesia,” tambah Dr. Darwito.
RSA UGM berkomitmen untuk terus berperan aktif dalam pengembangan layanan kesehatan berbasis akademik dan menjalin kemitraan strategis guna mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan di bidang kesehatan. (Hukmas – RSA UGM)


Rumah Sakit Akademik UGM Raih Status Rumah Sakit Kelas A Oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Yogyakarta, 25 April 2025 — Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) resmi ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas A oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penetapan ini menjadi tonggak penting dalam sejarah perkembangan RSA UGM sekaligus menandai komitmen institusi dalam menyediakan layanan kesehatan terbaik, pendidikan kedokteran unggul, dan penelitian medis berkualitas tinggi.

Oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Penetapan sebagai RS Kelas A ini tertuang dalam Berita Acara Penilaian Kesesuaian Perizinan Berusaha Kenaikan Kelas Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada Nomor:YR.02.01/D/VI.6/710/2025. Status ini diberikan kepada rumah sakit dengan kemampuan pelayanan spesialistik dan subspesialistik yang lengkap serta memiliki peran strategis sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di sistem pelayanan kesehatan nasional.
Direktur Utama RSA UGM, Dr.dr.Darwito, S.H., Sp.B.Subps.Onk(K), mengungkapkan rasa syukur dan bangganya atas capaian ini. “Pencapaian ini merupakan hasil kerja keras seluruh sivitas rumah sakit, dukungan kuat dari Universitas Gadjah Mada, mitra, dan seluruh masyarakat. Status Kelas A bukanlah akhir, melainkan awal dari komitmen yang lebih besar untuk terus meningkatkan mutu layanan dan kontribusi bagi pendidikan dan riset kedokteran di Indonesia,” ujarnya.
RSA UGM yang berdiri sejak tahun 2012 ini telah berkembang pesat dalam berbagai aspek, termasuk fasilitas layanan kesehatan, sistem informasi rumah sakit, pengembangan sumber daya manusia, serta integrasi layanan kesehatan dengan pendidikan dan penelitian. Sebagai rumah sakit pendidikan milik perguruan tinggi negeri, RSA UGM juga menjadi pusat pembelajaran klinis bagi mahasiswa kedokteran dan tenaga kesehatan lainnya.
Dengan raihan ini, RSA UGM bergabung dengan deretan rumah sakit elite di Indonesia yang mampu memberikan layanan kesehatan paripurna, sekaligus mendukung tercapainya sistem kesehatan nasional yang lebih kuat dan merata. (Hukmas-RSA UGM)

Oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

RSA UGM Gelar Pagelaran Wayang Kulit Dalam Rangka Hut RSA UGM Ke-13
Sleman, 11 April 2025 — Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-13, Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) menyelenggarakan acara spesial berupa Pagelaran Wayang Kulit terbuka untuk umum. Acara ini akan diselenggarakan pada Jumat, 11 April 2025 pukul 20.00 WIB di Area Parkir Utara RSA UGM.

Pagelaran wayang kulit ini akan menampilkan lakon “Babat Alas Wana Marta”, sebuah kisah babad yang menceritakan riwayat berdirinya negara Amarta oleh lima Pandawa, yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Kisah penuh nilai sejarah dan budaya ini akan dibawakan oleh dalang ternama dr. Wigung Wratsangka, dengan penampilan spesial dari bintang tamu Elisha Orcarus.
Sebagai bagian dari rangkaian acara puncak HUT RSA ke-13, akan digelar pula Spesial Event Pesta Rakyat yang turut dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni dari Bregodo Kyai Ronggah, Swagayugama FIB UGM, serta partisipasi dari Civitas Hospitalia RSA UGM.
Tak hanya itu, pengunjung juga berkesempatan memenangkan hadiah menarik melalui program Full Doorprize yang telah disiapkan panitia.
Acara ini bersifat terbuka untuk umum dan diharapkan dapat menjadi ajang silaturahmi serta pelestarian budaya bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya. (Hukmas – 2025)

