Oleh: drg. Retno hayati Alchusnah | Editor: Dewi Sarastuti, SKM, MPH
Bagaimana Kondisi Pengelolaan Sampah di Yogyakarta?
Produksi sampah setiap hari semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pola konsumsi masyarakat. Namun masalah sampah tak kunjung usai di Propinsi DIY, bahkan sudah memasuki tahap darurat karena penanganannya tidak kunjung usai. Pengelolaan sampah yang baik dapat berkontribusi untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan/ SDG’s goals (ketersediaan air bersih dan sanitasi layak, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab terhadap sampahnya, serta penanganan perubahan iklim) karena sampah merupakan isu multisektor yang berdampak pada berbagai aspek di masyarakat dan juga ekonomi.
Sampah yang tidak terkelola berpotensi menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Penumpukan sampah organik misalnya dapat menyebabkan terjadinya proses dekomposisi sehingga menimbulkan bau busuk dan pelepasan gas metana (CH4) ke atmosfer. Dampaknya gas CH4 pada lapisan stratosfer berperan sebagai gas rumah kaca dan berefek pada munculnya pemanasan global. Belum ditambah lagi masalah pencemaran lingkungan dan berkembangbiaknya vektor penyakit. Pembakaran sampah juga berpotensi menimbulkan permasalahan pada saluran pernafasan. Dampak negatif lainnya munculnya emisi gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global (Wahyudi et al., 2019). Lebih dari 50% sampah yang ada di Indonesia adalah sampah organik yang biasanya mudah busuk yang harus segera dialihkan dari sumbernya sebelum menimbulkan masalah bau dan masalah sanitasi lainnya (Enri Damanhuri, 2010). Sampah jenis ini diantaranya adalah sampah sisa makanan atau food waste.
Menurut data dari www.sipsn.menlhk.go.id timbunan sampah di Indonesia pada tahun 2023, timbulan sampah yang dihasilkan oleh 364 kabupaten adalah 38,621,127.90 (ton/tahun) dengan sampah yang terkelola sebanyak 62,25% dan sampah tidak terkelola sebanyak 37,75%, pengurangan sampah hanya sekitar 13,6% pertahun. Pada tahun 2022, sebanyak 41,31% dari total sampah merupakan sisa makanan, plastic 18%, kayu/ranting 12%, kertas/karton sebesar 11%. Ilustrasi timbunan sampah dapat dilihat pada Gambar 1.
Dilihat dari sifatnya, sampah digolongkan menjadi 2 yaitu sampah organik dan sampah an organik. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari sisa makhluk hidup yang mudah terurai secara alami tanpa proses campur tangan manusia untuk dapat terurai. Contoh sampah organik adalah sisa buah dan sayur, ampas teh/kopi, ranting pohon, kayu dan daun daun kering semacamnya dan ditunjukkan pada gambar 2. Sampah anorganik adalah sampah yang sudah tidak dipakai lagi dan sulit terurai. Sampah anorganik yang tertimbun di tanah dapat menyebabkan pencemaran tanah. Contoh sampah anorganik meliputi bekas kemasan plastik, botol dan sedotan plastik dan kemasan lainnya. Sampah anorganik diilustrasikan oleh Gambar 3.
Pada tahun 2023, sebagai wujud pengabdian kepada Masyarakat di wilayah sekitar RSA yaitu di Padukuhan Kronggahan I dan II dilakukan pengembangan teknologi pengolahan limbah organik melalui teknologi eco-enzyme untuk mengurangi timbunan sampah organik sekaligus upaya untuk mewujudkan green community yang berdampak pada nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.
Bagaimana pemanfaatan sampah organic?
Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan sebagai salah satu upaya recycle atau pengolahan limbah kembali adalah dengan memanfaatkan kulit buah dan sayur sebagai desinfektan dan pupuk melalui eco-enzyme. Eco-enzyme atau garbage enzyme merupakan cairan hasil fermentasi sampah organik. Fungsi yang dimiliki eco-enzyme diantaranya sebagai pembersih lantai, pembersih sayur dan buah, penangkal serangga serta penyubur tanaman. Manfaat eco-enzyme sebagai desinfektan disebabkan oleh kandungan alkohol dan asam asetat yang terdapat dalam cairan tersebut. Proses fermentasi ini merupakan hasil dari aktivitas enzim yang terkandung di dalam bakteri atau fungi (Larasati et al., 2022). Produk eco-enzyme merupakan produk ramah lingkungan yang mudah digunakan dan mudah dibuat. Pembuatan eco-enzyme hanya membutuhkan air, gula sebagai sumber karbon, dan sampah organik sayur dan buah (Prasetio et al., 2021).
Hal menarik lainnya adalah teknologi ini mudah dikembangkan, baik prosesnya yang sederhana maupun peralatannya yang mudah ditemukan di sekitar kita. Dalam pembuatannya, eco-enzyme membutuhkan container berupa wadah yang terbuat dari plastik, penggunaan bahan yang terbuat dari kaca sangat dihindari karena dapat menyebabkan wadah pecah akibat aktivitas mikroba fermentasi. Eco-enzyme tidak memerlukan lahan yang luas untuk proses fermentasi seperti pada pembuatan kompos dan tidak memerlukan bak komposter dengan spesifikasi tertentu (Prasetio et al., 2021).
Eco-enzyme dapat digunakan sebagai pengganti produk pembersih. Sebagaimana sudah kita ketahui, dengan menggunakan produk pembersih yang dibuat dari bahan kimia, berarti kita juga sedang mencemari air, sungai, dan ekosistem sekitarnya. Sedangkan eco-enzyme adalah produk yang dihasilkan dari bahan organik, tanpa bahan kimia, tentu saja ramah lingkungan karena dapat terurai secara alami (Jelita, 2022). Eco-enzyme dapat dimanfaatkan sebagai desinfektan dan hand sanitizer, sedangkan bagi kesehatan bisa digunakan sebagai meredakan infeksi dan alergi pada anak dan menyembuhkan luka. Dari segi pertanian bisa digunakan sebagai pupuk dan pestisida, dan secara ekonomi juga dapat menghemat pengeluaran, karena eco-enzyme ini juga bisa di gunakan sebagai pembasmi kuman yang bisa digunakan sebagai pel lantai, mencuci toilet, mencuci piring, pakaian dam membersihkan minyak yang menempel pada permukaan seperti kompor (Alkadri and Asmara, 2020).
Cara pembuatan eco-enzyme
Peralatan yang dibutuhkan untuk wadah eco enzyme:
- Galon bekas air mineral
- Selang
- Timbangan
- Pisau
Bahan baku yang digunakan :
- Gula merah/ Molase
- Limbah sayur dan buah
- Air
Langkah-langkah pembuatan eco-enzyme:
- Mempersiapkan alat dan bahan pembuatan eco-enzyme
- Potong potong limbah kulit buah menjadi potongan yang bisa masuk ke gallon
- Buat perbandingan gula/molase, sisa buah/sayuran dan air dengan perbandingan 1:3:10
- Bersihka wadah dari sisa sabun atau bahan kimia, masukkan air sebanyak 60% volume wadah, masukkan sesuai takaran yaitu 10% dari berat air kemudian yang terakhir masukkan potongan sisa buah atau kulit buat ke dalam gallon, kemudian aduk rata.
- Tutup rapat gallon dan beri label pembuatan
- Diamkan dan tempatkan wadah galon di tempat yang tidak terpapar sinar matahari langsung
- Tunggu panen hasil eco-enzyme selama 3 bulan
- Setelah panen, eco enzyme bisa dimanfaatkan
Pemanfaatan Eco-Enzyme
Hasil dari eco-enzyme yang sudah dipanen, selanjutnya dilakukan pengujian secara laboratorium, untuk mengetahi aktivitas anti mikrobanya. Parameter yang digunakan yakni pH,total flavonoid, total saponin from quilaja bark dan fenol ekuivalen asam gallat dengan ringkasan hasil uji sebagai berikut
Kode sampel |
Jenis buah- buahan |
Hasil Uji |
|||
Ph | Total Flavpnoid (%b/v) | Total Saponin from Quillaja bark (%b/v) |
Total Fenol Ekuivalen Asam Gallat (%b/v) |
||
01 | Kulit Semangka, melon,pepaya | 4 | 0,05 | 0,05 | 0,11 |
02 | Kulit jeruk nipis, kulit jeruk siem | 4 | 0,28 | 0,18 | 0,71 |
03 | Kulit jeruk | 3 | 0,29 | 0,27 | 1,13 |
04 | Kulit nanas | 4 | 0,24 | 0,06 | 0,54 |
05 | Kulit pisang | 4 | 0,37 | 0,04 | 0,8 |
06 | Kulit nanas | 4 | 0,25 | 0,06 | 0,74 |
07 | Kulit pisang, jeruk, nanas | 4 | 0,39 | 0,13 | 1,02 |
Hasil pengujian menunjukkan bahwa akitivas antimikroba tertinggi (kandungan fenol tertinggi) terdapat pada eco enzyme dari limbah kulit jeruk. Hasil fermentasi dengan teknologi Eco-Enzyme ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan pengganti pembersih rumah tangga seperti pel lantai, mencuci toilet, mencuci piring dan pakaian, sebagai disinfektan dan hand sanitizer. Selain itu juga, eco enzyme bisa dimanfaatkan sebagi pupuk dan pestisida di bidang pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Alkadri, S.P.A., Asmara, K.D., 2020. Pelatihan Pembuatan Eco-Enzyme Sebagai Hand sanitizer dan Desinfektan Pada Masyarakat Dusun Margo Sari Desa Rasau Jaya Tiga Dalam Upaya Mewujudkan Desa Mandiri Tangguh Covid-19 Berbasis Eco-Community. J. Bul. Al-Ribaath 17: 98. doi:10.29406/br.v17i2.2387
Enri Damanhuri, T.P., 2010. Pengeloalaan Sampah. J. Tek. Lingkung. 3: 7.
Larasati, D., Astuti, A.P., Maharani, E.T., 2022. Uji Organoleptik Eco-Enzyme dari Limbah Kulit Buah. BIOEDUSAINSJurnal Pendidik. Biol. dan Sains 5: 24–30. doi:10.31539/bioedusains.v5i1.3387
Jelita, R., 2022. Produksi Eco Enzyme dengan Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga untuk Menjaga Kesehatan Masyarakat di Era New Normal. J. Maitreyawira 3 (1): 5–24.
Prasetio, V.M., Ristiawati, T., Philiyanti, F., 2021. Manfaat Eco-Enzyme pada Lingkungan Hidup serta Workshop Pembuatan Eco-Enzyme. Darmacitya J. Pengabdi. Kpd. Masy. 1: 21–29.
Puger, I.G.N., 2018. SAMPAH ORGANIK, KOMPOS, PEMANASAN GLOBAL,.