Oleh: dr. Ali Baswedan, Sp.PD., KEM-D
AGEs (Advanced Glycation End-products) merupakan molekul kovalen beracun yang terbentuk dalam tubuh manusia dan makanan. Dikatakan beracun karena pembentukan AGEs melalui proses glikasi, suatu proses kimia tanpa bantuan enzim. Dalam proses ini gula reduksi (seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, galaktosa) bereaksi dengan gugus amina bebas pada protein, lipid, atau DNA. Hasilnya, terbentuk ikatan kovalen yang bersifat permanen. Berbeda dengan proses glikosilasi yang terkontrol dan dibantu oleh enzim, proses glikasi bersifat acak, tidak terkendali, dan hasil akhirnya berpotensi merusak jaringan.

Meskipun berperan penting dalam komplikasi Diabetes, pemahaman terhadap AGEs masih terbatas di kalangan klinisi. Tulisan ini bertujuan membuka wawasan tentang AGEs yang meliputi sejarah, proses pembentukan, dampak klinis, serta pencegahannya.
Sejarah Penemuan AGEs
Konsep dasar AGEs bermula dari temuan “Reaksi Maillard” oleh Louis-Camille Maillard pada tahun 1912. Reaksi tersebut menjelaskan perubahan kimia antara gula dan asam amino, yaitu terbentuknya warna coklat dan aroma khas pada makanan yang dipanggang, dibakar, atau digoreng (seperti kerak roti, daging bakar, kopi, dan biskuit). Fenomena ini sering ditemui di tempat kuliner. Namun, baru pada tahun 1970-an hingga 1980-an para ilmuwan seperti Monnier, Cerami, dan Brownlee mengungkapkan bahwa reaksi serupa terjadi juga dalam tubuh manusia, khususnya pada penderita Diabetes [1]. “Reaksi Maillard” menghasilkan AGEs yang mempercepat kerusakan jaringan. Istilah AGEs mulai digunakan secara luas setelah penemuan reseptornya RAGE (Receptor for Advanced Glycation End-products).
Proses Pembentukan AGEs
Pembentukan AGEs dimulai dari reaksi glukosa (atau gula reduksi lainnya seperti fruktosa, sukrosa, galaktosa) dengan gugus amina bebas pada protein. Hasil reaksi ini membentuk senyawa awal yang disebut Schiff base, bersifat reversibel. Kemudian, dalam perkembangannya Schiff base membentuk produk Amadori yang lebih stabil. Dalam kondisi hiperglikemia kronik, Amadori mengalami reaksi lebih lanjut berupa oksidasi dan dehidrasi sehingga terbentuk AGEs. Molekul kovalen ini irreversibel, tidak bisa kembali ke bentuk Amadori dan bersifat merusak jaringan [2].
Proses pembentukan AGEs dipercepat oleh kondisi hiperglikemia kronis, stres oksidatif, diet tinggi kandungan AGEs (seperti makanan yang digoreng, dipanggang atau dibakar), serta usia lanjut [4].
Dampak Klinis AGEs
AGEs memiliki dampak luas dalam tubuh karena menempel pada protein seperti kolagen, albumin, dan hemoglobin dalam jangka lama. Aktivasi RAGE oleh AGEs memicu reaksi inflamasi kronik, peningkatan produksi ROS (radikal bebas), dan kerusakan di tingkat sel. Akumulasi AGEs di dalam tubuh dikaitkan dengan komplikasi mikroangiopati (retinopati, nefropati, neuropati), makrovaskular (aterosklerosis, stroke), luka yang sulit sembuh pada pasien Diabetes, penuaan dini dan penyakit Alzheimer serta gangguan neurodegeneratif lainnya [3,5].
Kaitan AGEs dan HbA1c
HbA1c merupakan salah satu bentuk glikasi awal (disebut Amadori) yang digunakan secara luas untuk memantau kontrol glikemik pada Diabetes. Meskipun bukan AGEs, kadar HbA1c yang tinggi menandakan lingkungan tubuh yang sangat mendukung sintesa AGEs. Oleh karena itu, HbA1c dapat dianggap sebagai indikator tidak langsung dari proses glikasi yang berlanjut dengan hasil akhir berupa AGEs.
Pencegahan dan Intervensi Klinis
Menekan pembentukan AGEs merupakan pendekatan penting dalam manajemen jangka panjang pasien Diabetes. Beberapa strategi yang utama ialah:
- Mengendalikan glukosa darah secara ketat.
- Menghindari konsumsi diet berkandungan tinggi AGEs seperti gorengan, makanan panggang atau yang dibakar.
- Konsumsi rutin antioksidan alami seperti sayuran, buah, dan rempah-rempah semacam kunyit, jahe dan bawang putih yang mengandung antioksidan (vitamin C, E, polifenol, flavonoid). Diet semacam ini membantu menetralkan radikal bebas (ROS) yang mempercepat pembentukan AGEs. Selain itu, serat dari buah dan sayuran memperlambat penyerapan glukosa, sehingga menurunkan lonjakan glukosa darah dan mengurangi risiko proses glikasi [4].
- Aktifkan gaya hidup sehat: olahraga teratur, tidur cukup dan minum air putih untuk menjaga hidrasi tubuh.
- Terapi farmakologis: seperti aminoguanidine, AGE breakers (misalnya ALT-711/alagebrium) masih dalam tahap riset. Penelitian pada hewan dan uji klinis awal menunjukkan efek positif aminoguanidine. Efek tersebut berupa penghambatan sintesa AGEs. Namun, efek samping jangka panjang masih menjadi pertanyaan. [6].
Sebagai kesimpulan, AGEs adalah molekul kovalen yang berperan besar dalam memperburuk komplikasi penyakit kronik, terutama Diabetes Melitus. Pemahaman yang lebih dalam tentang proses pembentukan dan strategi pencegahan AGEs diperlukan bagi klinisi. Hal ini akan menjadi bekal dalam memberikan edukasi dan intervensi yang komprehensif kepada pasien Diabetes. Karena itu, sudah saatnya edukasi tentang AGEs menjadi bagian dari manajemen Diabetes di faskes I maupun Rumah Sakit.
Daftar Pustaka:
- Brownlee M. (1995). Advanced protein glycosylation in diabetes and aging. Annual Review of Medicine, 46, 223–234.
- Singh R., Barden A., Mori T., Beilin L. (2001). Advanced glycation end-products: a review. Diabetologia, 44(2), 129–146.
- Goldin A., Beckman J.A., Schmidt A.M., Creager M.A. (2006). Advanced glycation end products: sparking the development of diabetic vascular injury. Circulation, 114(6), 597–605.
- Uribarri J., et al. (2010). Advanced glycation end products in foods and a practical guide to their reduction in the diet. Journal of the American Dietetic Association, 110(6), 911–916.
- Peppa M., Uribarri J., Vlassara H. (2004). The role of advanced glycation end products in the development of atherosclerosis. Current Diabetes Reports, 4(1), 31–36.
- Thornalley P.J. (2003). Use of aminoguanidine (Pimagedine) to prevent the formation of advanced glycation endproducts. Archives of Biochemistry and Biophysics, 419(1), 31–40.