Oleh: dr. Annisa Nurul Pratiwi Sudarmadi | Leiyla Elvizahro, S.Gz | Editor: dr. Fita Wirastuti, M.Sc., Sp.A.
Apa sih yang dimaksud dengan Stunting?
Mungkin hal ini terlintas dalam benak ayah dan bunda. Nah, Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Standar yang kita gunakan adalah standar antropometri menurut Permenkes No. 2 tahun 2020. Atau jika mau praktis kita bisa melihat pada kurva dalam buku KIA. Pengukuran yang kita perhitungkan adalah BB/U (berat badan menurut usia), TB/U (tinggi badan menurut usia), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) dan IMT/U (indeks massa tubuh menurut usia). Ukuran tersebut penting untuk menentukan status gizi anak dan tren pertumbuhannya.
Proses terjadinya stunting tidak instan, sehingga jika pada awal kehidupan anak terjadi kondisi berat badan (BB) tidak naik sesuai kurva, maka stunting akan terjadi pada sekitar usia 2 tahun. Jika BB tidak naik dalam jangka waktu lama, maka proses pertumbuhan akan terhambat dan perkembangan otaknya juga akan terganggu, sehingga kecerdasan anak akan menurun. Itulah sebabnya stunting sangat berkaitan dengan kondisi 1000 hari pertama kehidupan (HPK) seorang anak. 1000 HPK merupakan fase penting karena perkembangan dalam periode ini akan berdampak pada seumur hidup anak tersebut.
Mengapa kita perlu mencegah stunting?
Karena stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang berdampak jangka panjang. Stunting akan berkontribusi terhadap rendahnya kualitas generasi penerus, sehingga mereka sulit berkompetisi dalam persaingan global. Dan, jika hal ini terjadi pada seseorang sejak 1000 HPK, maka akan menyebabkan kondisi kesehatan yang lemah, kurangnya kecerdasan dan rendahnya pencapaian pendidikan serta ekonomi dalam masa kehidupannya.
Beberapa faktor risiko terjadinya stunting di negara berkembang menurut penelitian Danaei tahun 2016 adalah:
- Gizi dan infeksi pada ibu hamil (Anemia pada ibu, Infeksi saluran kencing, TORCH)
- Kehamilan remaja dan pendeknya jarak antar persalinan
- Gangguan pertumbuhan janin dan kelahiran prematur (Bayi lahir kecil menurut usia kehamilan dan berat bayi lahir rendah)
- Gizi dan infeksi pada anak (tuberkulosis (TBC), diare, anemia, dll)
- Faktor lingkungan (kebersihan yang kurang, kesulitan air bersih, dll)
Menghadapi faktor risiko tersebut pemerintah telah melakukan beberapa intervensi, yaitu:
- Intervensi spesifik
- Ibu hamil
Pemberian makan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis, suplementasi tablet tambah darah dan kalsium, pemeriksaan kehamilan, perlindungan malaria dan pencegahan HIV.
- Ibu menyusui dan anak usia 0-23 bulan, serta anak usia 24 – 59 bulan
Konseling ASI eksklusif, konseling pemberian makan bayi dan anak, tatalaksana gizi buruk, makanan tambahan untuk anak gizi kurang, pemantauan pertumbuhan, suplementasi vitamin A, bubuk tabur gizi (Taburia), suplementasi zink pada diare, imunisasi, MTBS dan pencegahan kecacingan.
- Remaja putri dan wanita usia subur: pemberian suplementasi tablet tambah darah
- Intervensi sensitif
- Penyediaan air bersih dan sanitasi
- Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan: termasuk JKN, KB dan program keluarga harapan
- Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak
Konseling, menyebarkan informasi mengenai gizi dan kesehatan melalui berbagai media, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. - Peningkatan akses pangan bergizi: bantuan pangan non tunai, program sembako, fortifikasi bahan pangan utama dan penguatan regulasi tentang label dan iklan pangan.
Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah stunting?
- Cegah kekurangan gizi
Menerapkan gizi seimbang dalam makanan keluarga dengan memastikan kelengkapan komponen karbohidrat, protein dan lemak, menghindari makanan junk food (tinggi kalori dan mengandung kadar gula berlebih), mengkonsumsi suplementasi mineral (zat besi atau kalsium) sesuai anjuran petugas kesehatan.
- Memperhatikan kesehatan reproduksi
Mengatur jumlah dan jarak kehamilan, mencegah kehamilan remaja.
- Melakukan pemeriksaan kehamilan berkala (sesuai anjuran bidan/dokter)
Menjaga kesehatan dan memastikan status gizi ibu hamil baik, memantau pertumbuhan dan perkembangan janin, melakukan kunjungan ANC sesuai anjuran petugas kesehatan.
- Menyukseskan ASI eksklusif dan memberikan makanan pendamping (MP-ASI) dengan benar.
Memberikan ASI saja sampai usia 6 bulan, dan mulai memberikan MP-ASI setelah bayi mencapai usia 6 bulan dengan tetap mempertahankan pemberian ASI (baik dalam jumlah maupun frekuensi pemberiannya) sampai usia 2 tahun. Kemudian lanjutkan dengan pemberian makan sesuai gizi seimbang.
- Memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita dengan bantuan buku KIA
Di dalam buku KIA sudah terdapat kurva pertumbuhan bayi/anak serta cara melakukan stimulasi dan deteksi dini perkembangan anak. Jika didapatkan penyimpangan pada kurva pertumbuhan atau daftar perkembangan maka sahabat RSA dapat segera menemui petugas kesehatan terdekat. - Menerapkan pola hidup bersih dan sehat
Mencuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan lingkungan, dan membuang sampah pada tempatnya
Salah satu langkah penting pencegahan stunting adalah asupan gizi seimbang. Ada 10 pesan umum gizi seimbang, yaitu:
- Biasakan mengkonsumsi aneka ragam makanan pokok
- Batasi konsumsi panganan manis, asin, dan berlemak
- Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan barat badan ideal
- Biasakan mengkonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi
- Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir
- Biasakan sarapan pagi
- Biasakan minum air putih yang cukup dan aman
- Banyak makan buah dan sayur
- Biasakan membaca label pada kemasan pangan
- Syukuri dan nikmati aneka ragam makanan
Bertepatan dengan Hari Gizi Nasional yang jatuh pada tanggal 25 Januari dengan tema besar tahun 2023 ini adalah mencegah stunting dengan protein hewani, hal ini sesuai dengan pesan no.4 di atas. Beberapa penelitian juga sudah menunjukkan rendahnya asupan protein berhubungan erat dengan kejadian stunting pada balita.
Mengapa harus protein hewani?
Karena protein hewani mengandung zat dan mineral yang lebih siap pakai dibandingkan protein nabati. Selain itu dalam volume yang lebih kecil, protein hewani mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada protein nabati. Sejauh ini, protein hewani identik dengan harga yang lebih mahal, namun untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak, ayah dan bunda cukup memberikan dengan harga yang terjangkau dan mudah didapat. Beberapa protein hewani yang murah sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan anak, misalnya telur, lele dan hati ayam. Asupan telur 2-3 butir sehari sudah cukup membantu untuk pencegahan stunting pada anak.
Berikut adalah contoh menu MPASI Pencegah Stunting usia 6-23 bulan:
MPASI usia 6-8 bulan (bahan dihaluskan)
Bahan Makanan Ukuran Rumah Tangga
Nasi 3,5 sdm
Telur ayam ½ butir
Sayur 2 sdm
Tempe ½ potong
Margarin 1 sdt
Snack: pepaya 1 potong kecil
MPASI usia 9-12 bulan
(bahan dihaluskan cukup dengan sendok)
Bahan Makanan Ukuran Rumah Tangga
Nasi 5 sdm
Daging 1 potong kecil
Sayur 2 sdm
Tempe ½ potong
Margarin 1 sdt
Snack 1: pepaya 1 potong kecil
Snack 2: biskuit 2 keping
Porsi untuk 2-3x makan
MPASI usia 12-23 bulan
Bahan Makanan Ukuran Rumah Tangga
Nasi 2 sdm
Daging ½ potong
Sayur 1 sdm
Tahu 1 sdm
Margarin 1 sdt
Snack 1: pepaya 1 potong kecil
Snack 2: biskuit 2 keping
Nah ayah dan bunda sahabat RSA, ternyata pencegahan stunting dapat dilakukan dari berbagai sisi ya. Bahkan dengan kreativitas kita, pemberian protein hewani pada anak juga tidak perlu dana yang berlebihan. Maka ayo wujudkan Isi Piringku Kini Kaya Protein Hewani dan kita Cegah Stunting bersama. Dengan stunting menghilang, kita songsong generasi penerus yang gemilang.
Salam sehat.
Referensi:
- Permenkes No. 41 tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang
- Permenkes No. 2 tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak
- Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) periode 2018-2024
- Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting
- Danaei G, Andrews KG, Sudfeld CR, Fink G, et al. 2016. Risk factors for childhood stunting in 137 developing countries: a comparative risk assessment analysis at global, regional and country levels. PLOS Medicine. http://doi.org/10.1371/journal.pmed.1002164
- Dokumentasi pribadi Instalasi PKRS & Gizi RSA UGM, 2023
Penulis:
- Nama: dr. Annisa Nurul Pratiwi Sudarmadi – Dokter Umum RSA UGM
- Leiyla Elvizahro, S.Gz – Ahli Gizi RSA UGM