Oleh: dr. Juan Adrian Wiranata | Editor: dr. RM. Agit Sena Adisediati, Sp.PD
Kanker payudara adalah kanker dengan kejadian paling banyak di Indonesia, mencangkup hampir sepertiga dari seluruh tipe kanker pada wanita Indonesia. Kanker payudara juga ambil andil dalam hampir sepuluh persen kematian akibat kanker di Indonesia pada tahun 2020 [1]. Tingkat harapan hidup dari kanker payudara secara keseluruhan juga kurang baik, dengan studi di Indonesia menunjukkan angka pasien yang mencapai kelangsungan hidup lima tahun hanya sekitar lima puluh persen pada seluruh stadium kanker payudara. Untuk pasien dengan stadium akhir, angka kelangsungan hidup lima tahun ditemukan semakin rendah, hanya mencapai sekitar dua belas persen, menunjukkan bahwa semakin tingginya stadium kanker payudara menyebabkan angka kelangsungan hidup yang semakin rendah [2,3]. Di Yogyakarta sendiri, beberapa studi telah menunjukkan bahwa kebanyakan pasien kanker payudara baru terdiagnosis pada stadium akhir [2,4]. Hal ini tentu merupakan temuan yang sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup pasien kanker payudara di Yogyakarta.
Telah banyak diteliti bahwa salah satu faktor penyebab pasien kanker payudara baru terdiagnosis pada stadium akhir karena dipengaruhi oleh keterlambatan presentasi pasien. Yang dimaksud dengan keterlambatan presentasi adalah keterlambatan pasien untuk datang dan memeriksakan diri kepada fasilitas kesehatan atau profesional medis, setelah menyadari adanya tanda dan gejala kanker payudara [5]. Telah banyak studi yang berkesimpulan bahwa keterlambatan presentasi ≥3 bulan berpengaruh signifikan terhadap angka kelangsungan hidup yang lebih rendah [5,6].
Studi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta [5] yang melibatkan 150 pasien kanker payudara wanita menunjukkan waktu rata-rata pasien dari menyadari gejala awal hingga memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan adalah 2 bulan (61 hari), dan keterlambatan presentasi ≥3 bulan terjadi pada 43% pasien. Angka ini lebih tinggi dibandingkan laporan dari negara-negara dengan pendapatan tinggi, dimana waktu keterlambatan presentasi ≥3 bulan terjadi pada 17-35% pasien [7-10]. Studi ini juga mendapati bahwa pendapatan bulanan kurang dari Rp 3.000.000 berpengaruh terhadap peningkatan risiko keterlambatan presentasi. Hal ini menggambarkan bahwa pengaruh latar belakang ekonomi masih cukup besar, meskipun di Indonesia telah diterapkan sistem jaminan kesehatan nasional. Hal ini disinyalir diakibatkan oleh masih adanya berbagai pengeluaran yang ditanggung sendiri oleh pasien dan keluarga, seperti biaya transportasi dan kebutuhan lainnya selama proses pemeriksaan ke fasilitas kesehatan, dan berbagai kebutuhan perawatan lainnya.
Saat dilakukan wawancara terkait alasan menunda memeriksakan tanda dan gejala ke fasilitas kesehatan, kebanyakan pasien memiliki lebih dari satu alasan (Tabel 1). Tema alasan yang paling sering didapati adalah karena tanda dan gejala awalnya dirasakan tidak mengganggu/tidak menimbulkan nyeri (41,5%). Alasan yang paling sering muncul lainnya adalah karena tanda dan gejala yang muncul dianggap bukan kanker maupun suatu kondisi yang serius yang butuh diperiksakan (27,7%) dan takut bila nantinya harus operasi (26,2%). Hal ini menggambarkan bahwa masih rendahnya kesadaran memeriksakan diri dan pengetahuan terkait pengenalan dini tanda dan gejala kanker payudara di Yogyakarta, yang juga telah tergambar pada studi lainnya yang meneliti tingkat kesadaran kanker payudara di Indonesia [11].
Alasan Keterlambatan Pasien Datang Memeriksakan Diri Ke Profesional Medis/Fasilitas Kesehatan Selama ≥3bulan Sejak Merasakan Tanda Dan/Atau Gejala Kanker Payudara
ALASAN KETERLAMBATAN ≥3BULAN | PRESENTASE |
Tanda dan gejala tidak mengganggu saya/tidak membuat nyeri | 41.5% |
Saya pikir bukan kondisi yang serius/bukan kanker/tidak membutuhkan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan | 27.7% |
Saya takut apabila harus dioperasi | 26.2% |
Saya terlalu sibuk | 13.9% |
Saya mencoba mencari pengobatan alternatif terlebih dahulu | 9.2% |
Saya takut bertemu dokter/takut datang ke fasilitas kesehatan | 7.7% |
Saya takut dengan kemungkinan diagnosis | 6.2% |
Saya khawatir akan biaya pemeriksaan dan pengobatan | 3.1% |
Saya mencari dokter perempuan untuk memeriksa saya | 3.1% |
Saya menunggu seseorang untuk menemani periksa ke fasilitas kesehatan | 1.5% |
Saya malu apabila payudara saya harus diperiksa | 1.5% |
Saya takut keluar rumah karea pandemik Covid-19 | 1.5% |
Kanker payudara merupakan ancaman besar untuk kesehatan wanita di Indonesia. Peningkatan wawasan terkait tanda dan gejala kanker payudara dapat menjadi langkah pertama untuk meningkatkan deteksi dini. Adanya benjolan pada payudara merupakan keluhan yang paling umum yang membuat wanita memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Namun terkadang benjolan payudara tidak selalu dirasakan secara jelas. Metode deteksi dini rutin dengan gerakan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) diharapkan dapat mendeteksi adanya benjolan payudara. Nyeri pada payudara juga merupakan keluhan lain yang cukup umum, beberapa juga dapat menemukan adanya kemerahan, bengkak, retraksi pada puting maupun kulit sekitar payudara, dan keluarnya cairan/darah dari puting [12]. Setelah mencurigai adanya tanda dan gejala kanker payudara, kesadaran untuk datang dan memeriksakan diri ke dokter merupakan langkah penting dalam mencegah keterlambatan dalam diagnosis, yang akan mempengaruhi stadium penyakit dan tingkat kelangsungan hidup.
Referensi:
- World Health Organization. Global Cancer Observatory: Indonesia Population Fact Sheet. 2020.
- Sinaga ES, Ahmad RA, Shivalli S, Hutajulu SH. Age at diagnosis predicted survival outcome of female patients with breast cancer at a tertiary hospital in Yogyakarta, Indonesia. Pan Afr Med J. 2018 Nov 7;31:163.
- Wahyuni AS. Analisis ketahanan hidup 5 tahun pada penderita kanker payudara di rumah sakit kanker Dharmais. Universitas Indonesia. 2002.
- Anwar SL, Raharjo CA, Herviastuti R, Dwianingsih EK, Setyoheriyanto D, Avanti WS, et al. Pathological profiles and clinical management challenges of breast cancer emerging in young women in Indonesia: a hospital-based study. BMC Women’s Health. 2019 Dec;19(1):1–8.
- Hutajulu SH, Prabandari YS, Bintoro BS, Wiranata JA, Widiastuti M, Suryani ND, et al. Delays in the presentation and diagnosis of women with breast cancer in Yogyakarta, Indonesia: A retrospective observational study. PloS one. 2022 Jan 13;17(1):e0262468.
- Caplan L. Delay in breast cancer: implications for stage at diagnosis and survival. Frontiers in public health. 2014 Jul 29;2:87.
- Ruddy KJ, Gelber S, Tamimi RM, Schapira L, Come SE, Meyer ME, et al. Breast cancer presentation and diagnostic delays in young women. Cancer. 2014 Jan 1;120(1):20–25. Pmid:24347383
- Lim JN, Potrata B, Simonella L, Ng CW, Aw TC, Dahlui M, et al. Barriers to early presentation of self-discovered breast cancer in Singapore and Malaysia: a qualitative multicentre study. BMJ Open. 2015 Dec 1;5(12):e009863.
- Yau TK, Choi CW, Ng E, Yeung R, Soong IS, Lee AW. Delayed presentation of symptomatic breast cancers in Hong Kong: experience in a public cancer centre. Hong Kong Med J. 2010;16:373–377.
- Brzozowska A, Duma D, Mazurkiewicz T, Mazurkiewicz M, Brzozowski W. Reasons for delay in treatment of breast cancer detected due to breast self-examination in women from the Lubelskie region. Ginekol Pol. 2014;85(1):14–17.
- Solikhah S, Promthet S, Hurst C. Awareness Level about Breast Cancer Risk Factors, Barriers, Attitude and Breast Cancer Screening among Indonesian Women. Asian Pac J Cancer Prev. 2019;20(3):877–884.
- Apantaku LM. Breast cancer diagnosis and screening. American Family Physician. 2000 Aug 1;62(3):596-602.
Penulis
Nama: dr. Juan Adrian Wiranata
Pekerjaan: dokter umum RSA UGM Email: juan.adrian@mail.ugm.ac.id Medsos: –
|