Saat ini beberapa Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi DIY mengalami darurat sampah sebagai imbas atas penutupan pelayanan pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Piyungan yang merupakan tempat pembuangan sampah akhir dari Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. TPA Piyungan dinyatakan ditutup sejak tanggal 23 Juli 2023 selama kurang lebih 1,5 bulan, karena sudah tidak mampu lagi menampung sampah.
Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022, menyebutkan bahwa total produksi sampah nasional sebanyak 21,1 juta ton, dengan 13,9 juta ton sampah sudah dikelola dengan baik, sedangkan 7,2 juta ton belum terkelola dengan baik. Sebanyak 60% sampah yang terbuang di TPA merupakan sampah organik yang masih memerlukan penanganan. Sampah organik yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan bau tidak sedap dan ledakan gas metana. Gas Metana merupakan gas rumah kaca yang dapat merusak lapisan ozon bumi dan mempengaruhi perubahan iklim. Belum ditambah lagi masalah pencemaran lingkungan dan berkembangbiaknya vektor penyakit. Dari latar belakang tersebut di atas, diperlukan upaya penanganan sampah secara mandiri dan berkelanjutan sehingga mampu menjadi solusi atas permasalahan sampah yang terjadi.
RSA UGM sebagai salah satu RS yang ramah lingkungan, memiliki komitmen untuk mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Developmental Goals), dalam hal ini tujuan no 13 yaitu Climate Action atau Penanganan Perubahan Iklim melalui pengelolaan sampah mandiri yang bertanggungjawab. Konsep teknologi pengelolaan sampah mandiri yang dkembangkan oleh RSA UGM salah satunya melalui pemanfaatan kulit buah dan sayur sebagai desinfektan dan pupuk melalui eco-enzyme, sekaligus dilakukan pendekatan CSR melalui program hibah pengabdian masyarakat UGM. Pengabdian masyarakat tahun 2023 ini, RSA UGM berkolaborasi dengan Fakultas Teknik Departemen Teknik Kimia dan Fakultas Farmasi UGM mengusung tema Pembuatan dan Pemanfaatan Eco-Enzim Sebagai Bahan pembersih Rumah Tangga dan Pupuk bagi warga di Padukuhan Kronggahan.
Eco-enzyme atau garbage enzyme merupakan cairan hasil fermentasi sampah organik. Fungsi yang dimiliki eco-enzyme diantaranya sebagai pembersih lantai, pembersih sayur dan buah, penangkal serangga serta penyubur tanaman. Manfaat eco-enzyme sebagai desinfektan disebabkan oleh kandungan alkohol dan asam asetat yang terdapat dalam cairan tersebut. Hal menarik lainnya adalah teknologi ini mudah dikembangkan, baik prosesnya yang sederhana maupun peralatannya yang mudah ditemukan di sekitar kita. Eco-enzyme dapat digunakan sebagai pengganti produk pembersih. Sebagaimana sudah kita ketahui, dengan menggunakan produk pembersih yang dibuat dari bahan kimia, berarti kita juga sedang mencemari air, sungai, dan ekosistem sekitarnya. Sedangkan eco-enzyme adalah produk yang dihasilkan dari bahan organik, tanpa bahan kimia, tentu saja ramah lingkungan karena dapat terurai secara alami. Hanya dengan 3 komponen bahan saja eco-enzim dapat diproduksi, yakni menggunakan rumus 1:3:10 masing-masing berupa gula jawa atau molase, limbah kulit buah atau sayur dan air. Semuanya dicampurkan jadi 1 dan dibiarkan dalam waktu 3 bulan. Cukup sederhana bukan?
Kegiatan pengabdian masyarakat ini diawali dengan sosialisasi program kemudian dilanjutkan dengan pelatihan bagaimana pembuatan eco-enzim yang baik dan benar. Pelatihan ini dilaksanakan pada (7/9/2023) dan dihadiri oleh 9 kepala padukuhan di wilayah Trihanggo, perwakilan Kelompok Wanita Tani (KWT), Kelompok Perikanan, dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Padukuhan Kronggahan. Rangkaian acara pelatihan diawali dengan sambutan oleh Dr.dr. Darwito, SH., Sp.B (K)Onk selaku Direktur Utama RSA UGM sekaligus Ketua Tim Pengabdian Masyarakat, dilanjutkan pemaparan materi oleh Prof. Chandra Wahyu Purnomo, S.T., M.E., M.Eng D.Eng dari Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik UGM,. tentang cara pembuatan eco-enzyme, dilanjutkan dengan praktik bersama pembuatan eco-enzyme dipandu fasilitator dari RSA UGM dan diakhiri pembagian alat untuk membuat eco-enzyme kepada perwakilan dari setiap pedukuhan. Acara pelatihan berlangsung dengan lacar, peserta cukup antusias dan bahkan beberapa kepala padukuhan lain meminta untuk dapat dilakukan pelatihan sejenis di padukuhannya. Semoga dengan adanya pengabdian masyarakat ini dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar RSA UGM dalam upaya pengelolaan sampah organik secara mandiri dan dapat diduplikasi pada padukuhan lain, sehingga upaya nyata RSA UGM untuk berkontribusi aktif dalam penangan perubahan iklim mampu tercapai. ( PKRS-K3, RSA UGM )