Badai pandemi Covid-19 di Indonesia sudah mulai mereda mencapai titik terendah saat ini, dengan infeksi baru harian berkisar 1000-an kasus. Namun demikian kita harus tetap waspada dengan tetap menjaga protokol kesehatan dan menjalani vaksinasi bagi yang memenuhi syarat usia dan kondisi kesehatan. Diramalkan suatu saat pandemi COVID-19 akan menjadi endemik. Jadi sangat mungkin kita akan hidup berdampingan dengan virus COVID-19 dalam kurun waktu yang tidak bisa ditentukan. Oleh karena itu, cukup penting mengetahui tata cara isolasi mandiri bagi anak yang terinfeksi virus COVID-19. Dalam artikel ini akan disosialisasikan panduan isolasi mandiri pada anak yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Ada syarat untuk seorang anak bisa menjalani isolasi mandiri, yaitu: tidak bergejala (asipmtomatik), gejala ringan seperti batuk, pilek, demam, diare, muntah, ruam–ruam, anak aktif, bisa makan minum, menerapkan etika batuk, memantau gejala/ keluhan, pemeriksaan suhu tubuh dua kali sehari pagi dan malam. Lingkungan rumah/ kamar memiliki ventilasi yang baik. Ada sejumlah catatan yang perlu diperhatikan pada isolasi mandiri pada anak. Orangtua dapat tetap mengasuh anak yang positif. Orangtua atau pengasuh disarankan yang berisiko rendah terhadap gejala berat COVID-19. Jika ada anggota keluarga positif maka dapat diisolasi bersama. Jika orangtua dan anak berbeda status COVID-19 disarankan berikan jarak tidur 2 meter di kasur terpisah. Berikan dukungan psikologis pada anak.
Perlu untuk bisa mengenali gejala COVID-19 yaitu demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sakit kepala, mual muntah, diare, lemas dan sesak napas. Untuk mengatahui seorang anak sesak napas bisa dilihat dari laju pernapasan yang dihitung per-menit, dan nilai rujukannya sebagai berikut: < 2 bulan ≥ 60 kali/ menit, 2-11 bulan ≥ 50 kali/ menit, 1-5 tahun ≥ 40 kali/ menit, > 5 tahun ≥ 30 kali/ menit.
Ada beberapa keadaan yang harus diwaspadai saat isolasi mandiri anak, bila ada gejala-gejala berikut anak harus segera dibawa ke rumah sakit. Yaitu anak banyak tidur, napas cepat, ada cekungan dinding dada, hidung kembang kempis, saturasi oksigen <95, mata merah ruam, leher bengkak, demam > 7 hari, kejang, tidak bisa makan dan minum, mata cekung, kencing berkurang, terjadi penurunan kesadaran.
Pada bayi yang lahir dengan ibu tersangka/ terkonfirmasi COVID-19 dapat dilakukan inisiasi menyusui dini apabila status ibu adalah kontak erat atau kasus suspek COVID-19 (gejala ringan/ tanpa gejala), bila klinis ibu maupun bayi baru lahir dikatakan stabil, ibu dapat menggunakan APD (alat pelindung diri) minimal berupa masker pada saat menyusui, dan memastikan untuk mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh dan menyusui bayi, serta melakukan etika batuk yang baik.
Kemudian untuk perawatan bayi sehat dari ibu suspeck COVID-19 dapat dirawat gabung dan menyusu langsung dengan mematuhi protokol pencegahan secara tepat, bayi dari ibu terkonfirmasi COVID-19 dilakukan perawatan di ruang isolasi khusus terpisah dari ibunya, jika kondisi ibu tidak memungkinkan merawat bayinya maka keluarga lain yang berkompeten dan tidak terinfeksi COVID-19 dapat merawat bayi tersebut, termasuk membantu pemberian ASI perah selama ibu dalam perawatan, kemudian memastikan ASI diperah mengikuti protocol kesehatan, botol ASI dibersihkan sebelum diberikan kepada pengasuh lain.
Adapun alat dan obat-obatan yang perlu disediakan selama isolasi mandiri di rumah antara lain termometer (pengukur suhu), oxymeter (pengukur saturasi oksigen dan frekuensi nadi), obat demam, multivitamin (vitamin C dan vitamin D3), zink. Selain minum obat-obatan, juga harus diperhatikan protokol isoman antara lain tetap di rumah, selalu menggunakan masker, menjaga jarak dengan anggota keluarga lain, mencuci tangan dan menerapkan etika batuk, selain itu juga perlu memeriksa suhu tubuh pagi dan sore, memeriksa saturasi oksigen, memantau laju napas, memberikan anak makanan bergizi dan memberikan ASI pada bayi.
Dalam menggunakan masker disarankan untuk anak usia lebih dari 2 tahun atau yang sudah dapat menggunakan dan melepaskan masker, dianjurkan untuk menggunakan masker, penggunaan masker harus tepat pemasangannya, anak tetap diberikan “istirahat masker” jika sedang berada di ruang sendiri/ ada jarak 2 meter dari pengasuh, tidak perlu digunakan pada waktu tidur dan untuk pengasuh yang berada di dalam ruangan yang sama dianjurkan harus menggunakan masker/ pelindung mata bila memungkinkan.
Hal yang perlu diperhatikan pada waktu mencuci tangan antara lain membasahi tangan dengan air dan sabun kemudian menggosok kedua telapak tangan, menggosok area punggung tangan, menggosok area sela jari tangan, menggerakkan tangan dengan gerakan mengunci, menggosok area ibu jari dengan gerakan memutar, dan menggosok memutar ujung-ujung jari tangan. Kemudian untuk etika batuk dan bersin yaitu menutup mulut dan hidung dengan tissue, menutup mulut dan hidung dengan lengan atas bagian dalam.
Selain etika batuk dan cara mencuci tangan yang benar, juga perlu diperhatikan cara desinfektan ruangan yang benar yaitu dengan memastikan membersihkan area rumah yang sering disentuh secara rutin, membersihkan ruangan dengan menggunakan campuran air dan sabun/ deterjen atau cairan desinfektan khusus.
Apabila sudah selesai isolasi umumnya gejala akan hilang 14 hari, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan swab ulang 10-14 hari setelah H-1 gejala atau setelah swab pertama positif (bila tidak bergejala), namun apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan swab maka disarankan isolasi 10 hari + 3 hari setelah bebas gejala, pada penderita dengan gejala berat atau pasien kronik umumnya masa menular lebih panjang, sehingga dokter yang akan menentukan kapan selesai isolasi.
Demikian panduan isolasi mandiri pada anak sesuai dengan IDAI. Semoga pandemi COVID-19 segera berakhir, namun demikian mematuhi protokol kesehatan adalah suatu keharusan selain vaksinasi bagi yang memenuhi syarat, agar COVID-19 segera musnah dari muka bumi.
Penulis
- Ristantio, M.Kes., Sp.A