Oleh: dr. Ignatius Adhi Akuntanto, Sp.T.H.T.B.K.L
“Dok, apakah saya menderita polip hidung?” Ini adalah pertanyaan umum dari pasien yang datang ke poliklinik THT. Pasien sering mengeluhkan hidung tersumbat, baik terus-menerus maupun hilang timbul, dan dapat terjadi pada satu atau kedua sisi hidung. Kondisi ini tentu dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan kualitas tidur. Jadi, apa sebenarnya polip hidung itu?
Polip hidung adalah benjolan jinak dan lunak yang tumbuh dari lapisan lendir yang melapisi rongga hidung dan sinus paranasal. Pertumbuhan ini sering menyertai sinusitis dan terkait dengan berbagai kondisi peradangan dan alergi. Karena dapat menghalangi aliran udara dan drainase sinus, polip hidung dapat secara signifikan mengganggu kualitas hidup pasien, menyebabkan gejala seperti hidung tersumbat, gangguan penciuman, hidung berair, dan rasa tidak nyaman pada wajah atau sinus.
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab pasti tumbuhnya polip hidung belum sepenuhnya diketahui. Namun, penelitian menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang berperan, seperti faktor genetik, lingkungan, infeksi, dan alergi. Peradangan kronis tampaknya menjadi faktor utama. Pada peradangan ini, sel-sel kekebalan tubuh seperti eosinofil, sel mast, dan limfosit berkumpul di jaringan mukosa hidung dan sinus. Proses peradangan ini menyebabkan jaringan membengkak, kelenjar mukosa tumbuh, dan bentuk mukosa hidung berubah.
Penelitian juga menunjukkan bahwa jenis peradangan yang terjadi berbeda-beda, tergantung pada lokasi geografis dan individu. Contohnya, peradangan yang didominasi oleh eosinofil lebih sering ditemukan pada orang-orang di negara Barat dan berhubungan dengan rinitis alergi serta penyakit pernapasan yang diperburuk oleh aspirin. Eosinofil dapat merusak jaringan dan memicu pertumbuhan polip. Sementara itu, di beberapa negara Asia, peradangan yang didominasi oleh neutrofil lebih umum, yang menunjukkan adanya perbedaan regional dalam perkembangan penyakit ini.
Jika dilihat di bawah mikroskop (secara histologis), polip hidung menunjukkan pembengkakan jaringan stroma, banyak eosinofil, peningkatan jumlah sel goblet, dan penebalan membran basalis. Semua ciri ini menunjukkan adanya peradangan kronis di dalam hidung.
Gambaran Klinis
Pasien dengan polip hidung biasanya mengeluhkan hidung tersumbat yang terus-menerus. Sumbatan ini bisa terjadi pada satu atau kedua sisi hidung. Selain itu, pasien juga mungkin mengalami gejala-gejala berikut: penurunan atau kehilangan kemampuan mencium bau (anosmia atau hiposmia), cairan hidung yang kental, sensasi lendir yang mengalir di bagian belakang tenggorokan (postnasal drip), nyeri atau rasa tertekan di wajah, terutama di area pipi atau dahi, dan mendengkur atau gangguan tidur
Diagnosis
Untuk mendiagnosis polip hidung, dokter akan memulai dengan menanyakan riwayat kesehatan lengkap pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, termasuk rinoskopi anterior (pemeriksaan hidung bagian depan) dan endoskopi hidung. Endoskopi hidung memungkinkan dokter untuk melihat langsung polip dan menilai ukuran, lokasi, serta perubahan pada lapisan mukosa hidung.
Pemeriksaan radiologi, terutama dengan computed tomography (CT) scan, sangat penting untuk evaluasi yang lebih detail. CT scan sinus paranasal berguna untuk menentukan ukuran polip, sejauh mana polip menyebar, dan apakah ada keterlibatan sinus atau struktur tulang di sekitarnya.

Manajemen Medis dan Bedah
Penatalaksanaan polip hidung melibatkan terapi medis dan intervensi bedah. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi peradangan, meringankan gejala, dan memulihkan drainase sinus normal.
Pada terapi medis, kortikosteroid intranasal topikal adalah pengobatan lini pertama dan dapat secara signifikan mengurangi ukuran dan peradangan polip. Sementara itu steroid sistemik dapat digunakan untuk eksaserbasi akut atau polip besar Pada kasus alergi, obat-obat antihistamin dan antagonis reseptor leukotrien memiliki efikasi yang bervariasi.
Pada kasus polip hidung atau sinus yang terlalu besar dan tidak memberikan respon baik terhadap pengobatan, tindakan polipektomi menjadi pilihan. Tindakan operasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan endoskopi atau biasa dikenal dengan Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS). Data-data penelitian menunjukkan pasien polip hidung dan sinus yang menjalani operasi FESS mengalami perbaikan gejala yang signifikan dalam hal sumbatan hidung, pilek, nyeri wajah dan gangguan penghidu.
Referensi
- Fokkens, W. J., Lund, V. J., Hopkins, C., et al. (2020). European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2020. Rhinology, 58(Suppl S29), 1–464.
- Signoroni, S., Groppo, E., & Boffetta, P. (2019). Cellular and molecular mechanisms of nasal polyposis. World Journal of Otorhinolaryngology – Head and Neck Surgery, 5(4), 164–171.
- Kramer, N., et al. (2021). Imaging of sinonasal polyps: A review of CT and MRI features. European Radiology, 31(3), 1504–1513.
- Smith, T. L., et al. (2018). Surgical management of sinonasal polyps: A review. The Laryngoscope, 128(2), 255–261.