Masyarakat masih memberikan stigma negatif kepada penyandang epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan. Ada yang beranggapan bahwa epilepsi adalah penyakit kutukan, kemasukan roh jahat, tidak bisa mengikuti pelajaran dan menyusahkan jika tiba-tiba kambuh. Padahal sebenarnya penyandang epilepsi dapat hidup seperti biasa, menjadi sarjana, bekerja dan berkeluarga.
Sapa saja yang bisa terkena epilepsi? Epilepsi merupakan salah satu penyakit yang dapat terjadi pada siapa saja tanpa batasan usia, ras, gender, sosial dan ekonomi. Prevalensi epilepsi di negara berkembang lebih tinggi dibandingka negara maju. Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh kelompok studi epilepsi PEROSSI yang melibatkan 18 RS se-Indonesia, didapatkan kasus baru sebesar 487 dari 2228 subyek penelitian rerata usia kasus baru adalah 25 tahun.
Pengertian epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis dan sosial. Bangkitan epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak. Dikatakan seseorang menderita epilepsi jika minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi/bangkitan refleks. Yang dimaksud bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus spesifik seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitif dan somatomotor.
Jika dilihat dari definisi di atas, ada suatu kelainan otak yang menyebabkan epilepsi. Pada umumnya penyebab kelainan otak sehingga menyebabkan epilepsi dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Idiopatik, dimana tiidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis. Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia; 2) Kriptogenik, penyebab pasti belum diketahui; 3)Simtomatis, Ada kelainan struktural pada otak, misalnya cedera kepala, infeksi sistem saraf pusat, kelainan kongenital, proses desak ruang, stroke.
Gejala epilepsi bisa bermacam-macam, tidak harus kejet-kejet seluruh tubuh dengan mulut berbusa akan tetapi bisa juga gerakan sebagian anggota tubuh maupun bengong saja. Menurut ILAE (International League Against Epilepsi) epilepsi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu bangkitan parsial/fokal, bangkitan umum dan bangkitan tak tergolongkan. Dengan berbagai tipe bangkitan, kita harus cermat jika keluarga/teman kita menunjukkan gerakan yang muncul sesaat dan berulang tanpa provokasi.
Jika kita curiga ada keluarga/teman menderita eplepsi sebaiknya segera segera dibawa ke dokter.Dokter akan menggali riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga serta melakukan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan akan dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu rekam otak (Elektroensefalografi) dan/atau CT Scan kepala. Penegakkan diagnosis yang tepat akan menentukan pemilihan jenis terapi sehingga bangkitan bisa dikontrol sehingga penyandang epilepsi dapat hidup normal dan tercapainya kualitas hidup optimal sesuai dengan perjalanan penyakit dan disabilitas fisik maupun psikis yang dimilikinya.
Masalah epilepsi tidak hanya masalah medis saja, tetapi memiliki pengaruh besar terhadap psikologis penderita dan masalah sosial di masyarakat, sehingga diharapkan peranan masyarakat untuk penanganan epilepsi yang optimal. Masyarakat yang peduli terhadap epilepsi membentuk Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI) yang berusaha menghilangkan stigma negatif dengan cara memberikan informasi dan penyuluhan kepada masyarakat luas tentang epilepsi (www.ina-epsy.org).
dr. Farida Niken Astari N.H., MSc., Sp.S.
Dokter Spesialis Syaraf RS Akademik UGM