• PORTAL AKADEMIK
  • IT CENTER
  • LIBRARY
  • RESEARCH
  • WEBMAIL
  • PUSAT LAYANAN
  • 0811 2548 118 (IGD)
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Tentang
    • Sejarah Rumah Sakit Akademik UGM
    • Visi, Misi, Tugas, Motto, dan Kebijakan Mutu
    • Logo Rumah Sakit Akademik UGM
    • Clinical Research Unit
    • Pengabdian Masyarakat
    • Manajemen RSA UGM
    • Pasar Krempyeng
  • Diklat
  • Layanan
    • IGD
    • Unit Tranfusi Darah
    • Klinik Eksekutif dan Medical Check Up
      • Klinik Eksekutif
      • Paket Medical Check Up
    • Klinik Gadjah Mada Orthopedi Center
    • Antarejo
    • Klinik Jantung dan Pembuluh Darah
    • Jatayu Home Care
    • Rawat Inap
    • Rehabilitasi Medik
    • Health Tourism & Wellness
    • Hemodialisa
    • Psikologi Anak
    • Layanan Unggulan RSA UGM
  • Informasi
    • Jadwal Dokter RSA UGM
    • Artikel
    • Kerja Sama Asuransi
    • Alur Pasien
    • INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT
    • DATA INDIKATOR MUTU
    • Media Monitoring 2024
    • Booklet Edukasi
      • Booklet P3K Kasus Upaya Bunuh Diri di Lingkungan Kampus
      • Booklet Kenali dan Kendali Hipertensi
    • Homestay UGM
  • Kontak Kami
    • Zona Integritas
    • SP4N Lapor
    • E Komplain
    • Hubungi Kami
  • id ID
    • ar AR
    • zh-CN ZH-CN
    • en EN
    • fr FR
    • de DE
    • id ID
    • it IT
    • ja JA
    • kn KN
    • ko KO
    • ms MS
    • pt PT
    • ru RU
    • th TH
    • uz UZ
  • Beranda
  • Artikel
  • PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

  • Artikel, Edukasi
  • 2 May 2024, 09.44
  • Oleh: humas.rsugm
  • 0

Oleh: dr. Ahmad Fikri Syadzali, Sp.P | Editor: dr. Astari Pranindya Sari, Sp.P

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah salah satu dari tiga penyebab kematian di dunia dan sekitar 90% terjadi di negara dengan pendapatan menengah kebawah. Pada tahun 2012, sebanyak 3 juta orang meninggal dunia karena PPOK.

PPOK adalah penyakit paru yang ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara yang persisten dan umumnya progresif. PPOK memiliki gejala respiratori kronik ( sesak, batuk, dahak dan/ eksaserbasi) karena kelainan pada saluran napas (bronchitis, bronkiolitis) dan/atau alveoli (emfisema). PPOK sering timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama. PPOK disebabkan karena interaksi gen dan lingkungan yang terjadi selama hidup setiap individu yang dapat merusak paru atau menggangu perkembangan paru.

Faktor risiko PPOK:

  1. Perokok

Merokok adalah penyebab utama terjadi PPOK. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (Indeks Brinkman). Tidak semua perokok menjadi PPOK, karena factor risiko genetic mempengaruhi setiap individu

  1. Polusi Udara

Berbagai macam pertikel dan gas yang terdapat di udara dapat menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Kayu, serbuk gergaji, batubara dan minyak tanah (bahan bakar kompor) menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam ruangan

  1. Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang

Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas dan dapat menimbulkan eksaserbasi.

  1. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi sebagai factor risiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan secara pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman padat, nutrisi buruk dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial ekonomi, kemungkinan dapat menjelaskan hal ini.

  1. Tumbuh Kembang Paru

Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama hamil, kelahiran dan pajanan saat kecil. Studi metanalisi menyatakan bahwat berat lahir mempengaruhi fungsi paru (nilai VEP1) pada masa anak.

  1. Genetik

Faktor risiko genetic yang paling sering terjadi adalah mutasi gen Serpina-1 yang mengakibatkan kekurangan α-1 antitripsin sebagai inhibitor dari protease serin.

  1. Jenis Kelamin

Penelitian terdahulu menyatakan bahwa angka kesakitan dan kematian akibat PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, namun saat ini angka kejadian PPOK hamper sama antara laki-laki dan perempuan, terkait dengan bertambahnya jumlah perokok perempuan

(Gambar: https://doi.org/10.1016/j.jsps.2021.10.008, Alfahad, 2021)

Sebagian besar PPOK disebabkan oleh inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya yang dapat merusak jaringan paru. Struktur paru terdiri dari tubulus yang disebut pohon bronkus yang berakhir dengan kantung alveolar. Masuknya molekul asing dapat menyebabkan respon inflamasi abnormal yang menyebabkan kontraksi otot polos, hipertrofi kelenjar mukus, dan edema mukosa. Akibatnya, terjadi bronkitis kronis dan gejalanya seperti peningkatan ketebalan dinding saluran napas, hipersekresi mukus, disfungsi silia, dan penyempitan bronkus. Kondisi PPOK lainnya adalah emfisema. ketika molekul iritan dan oksidatif mencapai sel epitel alveolar (AEC), mereka memulai respon imun bawaan dan adaptif. Sebagai mekanisme pertahanan, sel epitel alveolar mengeluarkan sitokin, kemokin, dan faktor lain untuk mengatur sistem kekebalan. Makrofag alveolar juga melepaskan protease destruktif seperti elastase dan matriks metalloproteinase (MMPs) sebagai respons terhadap peradangan. Ketidakseimbangan aktivitas protease dan apoptosis pada akhirnya menyebabkan rusaknya struktur alveoli. Selain itu, pengendapan kolagen yang menyertai proses perbaikan memperburuk kondisi karena alveoli kehilangan sifat elastisnya.

Diagnosis PPOK harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami dispnea (sesak), batuk kronis atau produksi sputum, dan/atau riwayat pajanan faktor risiko penyakit. Diagnosis PPOK ditegakkan dengan spirometri yang menunjukkan FEV1/FVC pasca bronkodilator < 0,7.

GEJALA KETERANGAN
Sesak Progresif

Bertambah berat dengan aktivitas

Menetap sepanjang hari

Berat, skuar bernapas, terengah-engah

Batuk Kronik Hilang timbul dan  mungkin tidak berdahak
Batuk Kronik Berdahak Setiap Batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor risiko Asap rokok

Debu dan bahan kimia ditampat kerja

Asap dapur

Riwayat keluarga menderita PPOK

 

Beberapa penyakit paru atau di luar paru bisa memberikan gambaran menyerupai PPOK. Seperti: Asma, gagal jantung kongestif, bronkiektasis, tuberculosis, bronkiolitis obliterans, panbronkiolitis diffuse. Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia.

Pasien PPOK memiliki derajat keparahan. Derajat keparahan dari hambatan saluran napas (airflow obstruction) dilihat dari nilai FEV1 pasca bronkodilator.

Pasien PPOK (FEV1/KVP < 0.7 pasca bronkodilator)
GOLD 1 Ringan FEV1 ≥ 80% prediksi
GOLD 2 Sedang 50 ≤ FEV1 < 80% prediksi
GOLD 3 Berat 30 ≤ FEV1 < 50% prediksi
GOLD 4 Sangat berat FEV1 < 30% prediksi

 

Pengobatan pasien PPOK meliputi berbagai macam cara. Tujuan pengobatan/penatalaksanaan pada pasien PPOK stabil adalah mengurangi gejala, memperbaiki toleransi latihan, memperbaiki kualitas hidup, mencegah progresifitas penyakit, mencagah dan mengobati eksaserbasi, dan mengurangi kematian. Salah satu tatalaksana PPOK adalah dengan edukasi yang diberikan sejak ditentukan diagnosis nya. Secara umum, edukasi yang diberikan berupa pengetahuan dasar tentang PPOK, obat-obatan (manfaat dan efek samping, cara pencegahan, menghindari pencetus dan penyesuaian aktivitas. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.

Berhenti merokok merupakan intevensi yang paling efektif dalam megurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit. Delapan juta orang meninggal akibat rokok setiap tahunnya, termasuk 1,3 juta perokok pasif. Di Indonsesia terdapat 69,1 juta perokok pada tahun 2021. Kandungan rokok salah satunya adalah zat-zat radikal dan oksidatif yang dapat menyebabkan peradangan kronik. Selain berhenti merokok, penatalaksanaan non farmakologi yang dapat dilakukan adalah rehabilitasi paru, latihan fisik dan vaksinasi.

Terapi farmakologis PPOK digunakan untuk mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan keparahan eksaserbasi, serta meningkatkan toleransi olahraga dan status kesehatan. Uji klinis individual belum cukup meyakinkan untuk menunjukkan bahwa farmakoterapi dapat mengurangi laju penurunan fungsi paru (FEV1). Pilihan dalam setiap pengobatan bergantung pada ketersediaan dan biaya pengobatan serta respons klinis yang seimbang terhadap efek samping. Setiap rejimen pengobatan perlu disesuaikan secara individual karena hubungan antara tingkat keparahan gejala, obstruksi aliran udara, dan tingkat keparahan eksaserbasi dapat berbeda antar pasien.

Obat-obatan

Bronkodilator adalah obat yang meningkatkan fungsi paru  (FEV1) dan/atau mengubah variabel spirometri lainnya. Bronkodilator bekerja dengan mengubah tonus otot polos saluran napas dan peningkatan aliran ekspirasi. Bronkodilator cenderung mengurangi hiperinflasi dinamis saat istirahat dan selama berolahraga, dan meningkatkan kinerja latihan.

  • Golongan Agonis β-2

Golongan Agonis β-2 kerja singkat bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak. Kerja utama agonis β-2 adalah merelaksasi otot polos saluran napas dengan menstimulasi reseptor β-2 -adrenergik, yang meningkatkan siklik AMP dan menghasilkan antagonisme fungsional terhadap bronkokonstriksi. Golongan antimuskarinik

Obat antimuskarinik memblokir efek bronkokonstriktor asetilkolin pada reseptor muskarinik M3 yang diekspresikan di otot polos saluran napas.

  • Kombinasi antimuskarinik dan Agonis β-2
  • Golongan Xantin

 

Daftar Pustaka

Alfahad, A. J., Alzaydi, M. M., Aldossary, A. M., Alshehri, A. A., Almughem, F. A., Zaidan, N. M., & Tawfik, E. A. (2021). Current views in chronic obstructive pulmonary disease pathogenesis and Management. Saudi Pharmaceutical Journal, 29(12), 1361–1373. https://doi.org/10.1016/j.jsps.2021.10.008

Geake JB, Dabscheck EJ, Wood-Baker R, Cates CJ. Indacaterol, a once-daily beta2-agonist, versus twice-daily beta(2)- agonists or placebo for chronic obstructive pulmonary disease. Cochrane Database Syst Rev 2015;

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2023 Report: GOLD Executive Summary. Eur Respir J. 2023 Apr 1;61(4):2300239. doi: 10.1183/13993003.00239-2023

Karner C, Chong J, Poole P. Tiotropium versus placebo for chronic obstructive pulmonary disease. Cochrane Database Syst Rev 2014

Melani AS. Long-acting muscarinic antagonists. Expert Rev Clin Pharmacol 2015;

PDPI. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik): Diagnosis dan. Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI); 2016

Sestini P, Renzoni E, Robinson S, Poole P, Ram FS. Short-acting beta 2 agonists for stable chronic obstructive pulmonary disease. Cochrane Database Syst Rev 2002;

Vij N., P. Chandramani-Shivalingappa, C. Van Westphal, R. Hole, M. Bodas. Cigarette smoke-induced autophagy impairment accelerates lung aging, COPD-emphysema exacerbations and pathogenesis. Am. J. Physiol. Cell Physiol., 314 (2018)

Wang, J. Xu, Y. Meng, I.M. Adcock, X. Yao Role of inflammatory cells in airway remodeling in COPD Int. J. Chronic Obstructive Pulmonary Dis., 13 (2018), pp. 3341-3348

WHO, WHO highlights huge scale of tobacco-related lung disease deaths. World Health Organization, 2019.

Pencarian

Artikel Kesehatan

  • Anak
  • Jantung
  • Kesehatan Jiwa
  • Kulit dan Kelamin
  • Lansia
  • Nutrisi

Informasi Terbaru

  • RSA UGM Hadirkan Pasar Krempyeng Rebo Wage, Angkat Tema Kesehatan Lansia
  • Apakah Di Hidung Saya Ada Polip ?
  • Apakah Orang dengan Epilepsi Aman untuk Berolahraga ?
  • Bulan Kesehatan Mental | Pentingkah Menjaga Kesehatan Mental Bagi Remaja ?
Universitas Gadjah Mada

Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada

Jl. Kabupaten (Lingkar Utara), Kronggahan, Trihanggo, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55291

rsa@ugm.ac.id

0811 2548 118 (IGD)
0811 2856 210 (Pusat Layanan Informasi, WhatsApp Chat Only)

Tautan

  • Anak
  • Jantung
  • Kesehatan Jiwa
  • Kulit dan Kelamin
  • Lansia
  • Nutrisi

Layanan

  • Klinik Mata
  • Klinik Gigi dan Mulut
  • Bedah Umum dan Digestif
  • Klinik Anak
  • Klinik Jantung dan Pembuluh Darah
  • Radiologi
  • Klinik Saraf
  • Rehabilitasi Medik
  • Klinik Kulit dan Kelamin
ARSPTN logo

© Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY